JAKARTA, NegoNegoNews – Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mantan Komisaris Utama PT Pertamina, diperiksa sebagai saksi dalam kasus pengadaan gas cair alam (Liquefied Natural Gas / LNG) di PT Pertamina yang terjadi antara tahun 2011 hingga 2014. Pemeriksaan dilakukan pada Kamis, 10 Januari 2025, dan berlangsung sekitar 1,5 jam. Ahok menyebut bahwa pemeriksaannya berlangsung cepat karena ia sudah pernah diperiksa sebelumnya dalam kasus yang sama.
Kasus Korupsi Pengadaan LNG
Kasus ini bermula dari upaya PT Pertamina (Persero) untuk melakukan pengadaan LNG pada tahun 2012. Langkah ini diambil untuk mengatasi defisit gas yang diperkirakan terjadi di Indonesia antara tahun 2009 hingga 2040. Saat itu, Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan memutuskan untuk menjalin kerja sama dengan pemasok LNG dari luar negeri, termasuk perusahaan asal Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction (CCL).
Namun, menurut KPK, keputusan tersebut diambil sepihak oleh Karen Agustiawan tanpa melakukan kajian menyeluruh, dan tidak dilaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina maupun dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Akibatnya, keputusan ini tidak mendapat persetujuan dari pemerintah.
KPK mengungkapkan bahwa kargo LNG yang dibeli dari CCL tidak dapat diserap oleh pasar domestik dan malah menjadi oversupply. LNG tersebut tidak pernah masuk ke Indonesia, sehingga harus dijual oleh PT Pertamina di pasar internasional dengan kerugian. Akibatnya, negara mengalami kerugian sekitar 140 juta dolar AS, setara dengan Rp 2,1 triliun.
Mengapa Ahok Dipanggil KPK?
Ahok dipanggil KPK sebagai saksi dalam kapasitasnya saat menjabat Komisaris Utama Pertamina. Ia menjelaskan bahwa meskipun kasus ini terjadi sebelum ia menjabat, ia dan timnya menemukan temuan terkait LNG saat ia menjabat. Ia pun melaporkan temuan ini kepada Kementerian BUMN pada saat itu.
“Saya hanya menemukan kasus ini saat menjabat sebagai Komisaris Utama dan melaporkannya ke Kementerian BUMN,” ujar Ahok. Sebelumnya, pada November 2023, Ahok juga pernah diperiksa sebagai saksi terkait kasus yang melibatkan Karen Agustiawan.
Tersangka dalam Kasus Korupsi LNG
KPK telah menetapkan dua tersangka baru dalam kasus ini, yaitu Yenni Andayani, Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina pada 2013-2014, dan Hari Karyuliarto, Direktur Gas PT Pertamina periode 2012-2014. Sementara itu, Karen Agustiawan telah divonis sembilan tahun penjara atas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama. Karen juga dinyatakan terbukti memperkaya diri sendiri, serta perusahaan CCL, dengan jumlah yang signifikan.
Kerugian Negara dalam Kasus Ini
KPK mencatat bahwa kerugian negara dalam kasus pengadaan LNG ini mencapai 124 juta dolar AS, atau sekitar Rp 1,9 triliun berdasarkan kurs saat ini. Kerugian ini terjadi akibat LNG yang tidak bisa diserap pasar domestik. Penyidik KPK terus mendalami kerugian yang timbul dalam transaksi LNG antara Pertamina dan perusahaan CCL selama periode 2019 hingga 2021.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyatakan bahwa kerugian besar ini terjadi karena produk LNG yang dibeli tidak bisa diserap oleh pasar, sehingga merugikan PT Pertamina dan negara.